Senin, 02 April 2012

Akal dan Nafsu Menjawab



Dalam keteranganya kitab durratunasikhin, Ketika nafsu ditanya oleh Allah rabbul Izzati tentang dirinya (nafsu) “siapa kamu dan siapa Aku?” ia menjawab dengan seraya menantang “saya, ya saya – kamu ya kamu.” Nafsu tidak tahu siapa dirinya dan siapa yang menciptakanya dalam dirinya terselip rasa sombong, mempertahankan egonya dan takut kehilangan gengsinya dan tidak mau patuh terhadap perintah-Nya, bahkan dirinya merasa paling mulya dibandingkan yang lainnya. Ujian Allah juga diberikan kepada Iblis Laknatullah, di saat Allah merintahkan Iblis Laknatullah untuk bersujud kepada mahluk-Nya yang tercipta dari tanah yang hina (adam As) semua Malaikat mentaati perintahnya tuk bersujud kepadanya hanya Iblis lah yang emoh untuk bersujud kepadanya dan dia (iblis) tergolong orang-orang kafir seraya berkata “aku tercipta dari api sedangkan dia (adam) tercipta dari sebatang tanah.” dengan sombongnya dia (iblis) menegaskan dengan mudah “mulya mana antara api dengan tanah? Ya jelas mulya api” tutur iblis.

Berbeda dengan Akal ketika menerima pertanyaan yang sama, “Siapa kamu dan siapa Aku?” akal menjawabnya dengan tegas dan jujur “Ana A’bdun wa anta Rabbun.” Dengan demikian dirinya merasa mahluk yang lemah (dlo’if) tidak mempunyai reka daya dan kekuatan dan hanya sebagai seorang hamba sahaya. Hal itu sudah menjadi fitrah perbedaanya antara nafsu dengan akal. Ibarat mobil yang dikendarai dua supir yang satu pengen kearah barat yang satu pengen kearah timur jelas keduanya berkontraversi tentang tujuan mereka. Ujian itu tumbuh melekat hingga habis kontrak hidup manusia dan selama hidup di dunia yang fana ini, termasuk kita sekarang, kadang kita tidak terasa kalau disekujur badan kita ternyata di boncengi dua hal yang berlawanan tentang tujuannya antara Nafsu dengan Akal.

Semakin kuat terhadap keinginan untuk memenuhi supir kanan (akal) akan semakin kuat pula keselamatan kita dari jilatan api neraka sehingga patuh dan nurut terhadap perintah-Nya senang ibadah, gemar sodaqoh, dan tidak bosan-bosanya untuk beramal sholeh serta menjalankan Amarmakruf wannahyi a’nil mukar Maka janjinya “Tuuba liman kaana A’kluhu Amiro wahawauhu yakunu atsiro” (beruntunglah orang yang akalnya menjadi pemimpin, sedangkan nafsunya menjadi pengikutnya). Namun kalau kita pasrah menuruti keinginan supir kiri (nafsu) kita akan celaka jatuh kedalam lubangnya dan akan menjadi bala tentaranya/budaknya, selama masih memenuhi keinginanya dia (nafsu) akan selalu berbuat maksiat, durhaka dan berbuat malapetaka yang lambat laun akan menghancurkan dan membinasakan keberadaan manusia di bumi tercinta ini. apalagi pada dekade sekarang semakin mengaktualnya musibah dimuka bumi kita tercinta seperti Tsunami, gempa bumi, longsor, kebakaran hutan lahan gambut, banjir bandang melanda seluruh wilayah, hal itu terjadi karena mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita atau mungkin alam mulai enggan bersahabat dengan kita? Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang kata ebiet (dalam lagunya), atau mungkin semua itu efek dari pada ulah manusianya sendiri yang rakus dan senantiasa selalu memenuhi keinginan supir kiri (nafsu) namun para teologi islam sepakat bahwa sebenarnya Jawaban itu ada pada individu setiap manusia. Manusialah yang bisa mengingat dan menengok kembali bahkan kalau bisa merubahnya karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendirilah yang merubahnya (al qur’an).

Mari kita mengkoreksi (muhasabah annafsi) diri kita masing-masing mari kita lihat film kita yang sedang kita putar sejak kita lahir ke dunia ini adakah acting-acting kita yang perlu disensor atau sudah tidak perlu untuk disensor lagi, mumpung kita masih bisa merubahnya atau mensensornya, mampukah kita meng edit kembali acting-acting kita yang salah? Allah masih memberikan kesempatan lebar-lebar (gold occasion) untuk kita meng edit dan memperbaharuinya kembali Karena kalau kita sudah mati Allahlah yang akan mensensornya atas acting-acting kita kala hidup di dunia dan kitalah yang akan melihatnya atas amal kita waktu hidup di dunia oooh……… sungguh malunya di hadapan sang Maha Kuasa.
Dalam keteranganya (kifayatul atqiya) “Annafsu kattifli” nafsu itu ibarat seorang anak kecil yang selalu meminta minta kepada ibunya sebelum kemaunya itu terkabulkan dia tidak mungkin akan diam. (merengek) ,Misalnya anak kecil yang ingin membeli petasan namun dilarang oleh ibunya pokok sebelum petasan itu di belinya dia akan meminta supaya ibunya membelikanya setelah dibelinya dia tidak bisa untuk menyalakanya kemudian mintalah orang lain supaya menyalakanya sambil dia berkata “nanti om,,,, ku tutup dulu telingaku”, setelah usai dia berkata “gimana om keraskan bunyinya?”, berulang beberapa kali hingga habis lantas apa sih kenikmatan dari pada membeli petasan itu tidak ada yang dinikmatinya paling setelah dinyalakan bunyinya itu itu aja kok, tapi dia merasa bangga dan puas dengan bunyinya itu walaupun telinganya ditutup rapat dan orang lain yang menyalakanya.

Sama halnya keinginan (hasrat) (ego) untuk berbuat hal negatif, sebelum keinginan itu tercapai tidak mungkin akan tinggal diam dia akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukanya walaupun itu harus menempuh banyak rintangan dan tantangan, susah payah dan tidak menghasilkan apa-apa bahkan akhirnya merugikan dirinya sendiri tetap terus akan melakukanya sampai keinginan itu tercapai tuntas dia selalu mencari kesempatan untuk mencuri kelengahan orang lain.
Hasrat Nafsu akan selalu meningkat, setelah keinginan awal terkabulkan dia akan mencoba untuk melanjutkan hasrat yang kedua, yang dikira mampu untuk di jalankannya hingga sampai keinginan terakhirnya tercapai. misalnya seorang pencuri pertama mencuri sandal si Imroatun dengan selamat besok dia berpikir lagi gimana caranya mencuri assesorisnya dengan selamat langkah kedua selamat besoknya lagi dia berpikir lagi gimana caranya mencuri Imroatunya. Itulah bujukan dan rayuannya yang aduhai manisnya.

Sungguh celaka orang yang patuh dan menuruti keinginan (hasrat) supir kiri (nafsu) jatuh dalam neraka-Nya, Ia akan merasakan jilatan api siksa-Nya. Na’udzubillahi min dzalik wa Allahumma Ba’idna min Dzalik. Makanya ada pepatah arab mengatakan “ sehebat-hebatnya manusia bukanya manusia yang pintar berkelahi hingga semua manusia kalah dengannya tapi sehebat-hebatnya manusia adalah manusia yang bisa menahan godaan hawa nafsunya (egonya). di tegaskan lagi rasulullah pernah bersabda kepada sahabatnya seusai perang badar beliau berkata
“kita telah pulang dari perang yang kecil, menuju perang yang besar! di tanya oleh salah satu sahabatnya lantas perang apa yang terbesar ya Rasulullah padahal kan kita sudah mati-matian dalam melawan musuh yang begitu besar skala jumlahnya, Rasulullah menjawab Perang melawan hawa nafsu.”

Dikuatkan lagi dengan firman Allah SWT dalam Alqur’an “dan barang siapa yang takut hatinya kepada Allah SWT (maksiat dan inkar terhadap perintah-Nya) dan menahan godaan nafsunya maka syurgalah tempat yang mulya baginya.”
Semoga kita senantiasa selalu dilindungi dan dijauhkan oleh Allah dari godaan dan rayuan hawa nafsu yang selalu meng iming-iming kita dengan manisnya kenikmatan dunia sehingga kita termasuk orang-orang selamat dan bahagia serta tergolong para penghuni syurga bersama para Ambiya, Auliya, Syuhada wassholihin ajma’in Amin..

1 komentar:

  1. terima kasih atas keterangan yang bisa bermanfaat bagi kebaikan manusia, terima kasih, jaza kumullohu khoiron kasiiro

    BalasHapus